Ukur Seberapa Keras Ereksi Anda!


Pada tahun 2006, Pfizer melakukan Global Better Sex Survey (GBBS 2006), sebuah survei mengenai perilaku seksual dari 12.558 pria dan wanita di 27 negara.

“Melalui survei ini terungkap bahwa untuk mendapatkan pengalaman seksual yang memuaskan dibutuhkan tingkat kekerasan ereksi yang optimal. Tingkat kekerasan ereksi itu sama pentingnya dengan kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi itu sendiri,” kata Dr Andini Suhardi, Senior Product Manager untuk Viagra PT Pfizer Indonesia, ketika ditemui okezone dalam acara temu wartawan di Tiamo Cafe, Pacific Place, Jakarta Selatan, Rabu (9/4/2008).

Hasil temuan GBBS juga mengungkapkan bahwa sekitar 2/3 pria (65 persen) dan wanita (66 persen) merasa sangat puas dengan ereksi yang keras sehingga kehidupan cinta dan asmara mereka memuaskan. Selain itu, 57 persen pria dan 50 persen wanita merasa sangat puas dengan ereksi yang keras sehingga kondisi kesehatan secara keseluruhan juga mencapai kesempurnaan.

“Di sisi lain, ternyata GBBS juga menemukan bahwa hanya 38 persen pria yang merasa puas dengan tingkat kekerasan ereksi yang mereka alami. Sementara 67 persen lainnya mengatakan bahwa mereka tidak selalu dapat mencapai ereksi dan 65 persen di antaranya tidak selalu dapat mempertahankan ereksi saat melakukan hubungan seks,” bebernya.

Hasil lain dari GBBS menemukan fakta bahwa lebih dari setengah dari seluruh pasangan tidak puas dengan kehidupan seks mereka. Hasil ini, digabungkan dengan data tingkat kekerasan ereksi membantu para ahli dalam menyimpulkan kemungkinan terjadinya sub-optimal (penis cukup keras untuk penetrasi tetapi tidak sepenuhnya tegang) sehingga pria dan pasangannya tidak sepenuhnya mendapatkan kepuasan seksual.

Adapun metode yang dilakukan dalam GBBS itu menggunakan sistem Erection Hardness Score (EHS). Yaitu metode pengukuran tingkat kekerasan ereksi yang dapat dilakukan sendiri dengan menggunakan empat skala pengukuran yang sederhana. EHS awalnya dikembangkan oleh Dr Irwin Goldstein et al untuk digunakan pada uji klinis sildenafil sebagai tambahan alat ukur pada pengujian efikasi obat.

“EHS berfungsi sebagai standar kuantitatif yang mengukur derajat kekerasan ereksi dan sekaligus mengukur efektivitas pengobatan pada pasien yang menderita disfungsi ereksi (DE),” ungkap Dr Budhi Damian Widjojo, Medical Manager PT Pfizer Indonesia.

Menurutnya, konsensus baru dari para ahli menganjurkan menggunakan EHS untuk memonitor dan mengobati pasien hingga mencapai potensi ereksi yang sempurna. “Instrumen EHS ini kemudian dikembangkan oleh Pfizer untuk membantu implementasi EHS dalam praktik klinis,” terangnya.

Ditambahkan olehnya, penilaian kuantitatif tingkat kekerasan ereksi dalam praktik klinis akan memperbaiki performa hubungan seksual secara keseluruhan dan juga kepuasan terhadap hasil pengobatan yang optimal.

Data menunjukkan bahwa tingkat kekerasan dan kualitas ereksi memiliki korelasi dengan sejumlah manfaat psikososial. Data survei menunjukkan bahwa keinginan utama dari pasien yang menjalani pengobatan DE adalah untuk mencapai ereksi yang keras.

“Mengimplementasikan tingkat kekerasan yang optimal sebagai tujuan dari pengobatan DE melalui EHS sangatlah penting untuk meningkatkan kepuasan seksual para pasien,” jelas Dr Herdinan Bernard Purba, SpRM, seksolog dari RSCM.

Lantas, bagaimana cara kerja EHS? Metode ini dinilai dari empat kriteria. EHS menggunakan skala nilai 1-4 sebagai acuan untuk melihat status seksual dan efektivitas pengobatan.

“Penilaian itu terdiri dari penis membesar namun tidak mengeras, penis mengeras namun tidak cukup keras untuk penetrasi, penis cukup keras untuk penetrasi namun tidak seluruhnya keras atau penis keras seluruhnya dan tegang sepenuhnya,” papar Budhi, dokter berkacamata itu.

Dengan menggunakan EHS, sambungnya, para praktisi kedokteran dapat memonitor kemajuan pengobatan DE dan mengubah dosis secara efektif sesuai dengan kebutuhan pasien.

Karena EHS sangat mudah untuk dipahami dan sangat potensial untuk meningkatkan komunikasi mengenai pengobatan dan manajemen DE antara pasien dan dokter.

“EHS dapat memfasilitasi tercapainya pemahaman yang lebih baik di antara pasien mengenai pengobatan, sehingga mereka dapat memiliki ekspektasi yang wajar terhadap pengobatan,” tuturnya.

Karena EHS melibatkan pasien dalam pengobatan, perencanaan dan penilaian, maka EHS memiliki kemampuan untuk memberdayakan pasien serta meningkatkan kepatuhan mereka terhadap proses terapi. Pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan tambahan bagi pasien. Bagaimana, tertarik? (nsa)

Sumber : Okezone

Artikel Terbaru :

 

Tinggalkan komentar